MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI RUMAH SAKIT
MAKALAH KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA (K3) DI RUMAH SAKIT
Nama
: Rahmanto
Npm
: 25415565
Kelas
: 3IC07
JURUSAN
TEKNIK MESIN
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
KALIMALANG
2018
BAB 1
PEMBAHASAN
1.1
Pengertian
K3 Rumah Sakit
Pelaksanaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentukupaya untuk menciptakan tempat
kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaranlingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan
kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja
dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) dikalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik.
Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja dibeberapa negara
maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan
prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran
pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak
pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23tahun 1992
tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada
pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan
pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan
karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerjadan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan
dan kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan,
Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan
paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas
maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap
para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung
RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di
RS.
Potensi bahaya di RS, selain
penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi
situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan(peledakan, kebakaran, kecelakaan
yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya),
radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gasanastesi, gangguan
psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di
atas, jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS,
para pasien maupunpara pengunjung yang ada di lingkungan RS.
1.2
Bahaya
yang Dihadapi dalam Rumah Sakit/Instansi Kesehatan
Dalam pekerjaan sehari-hari
petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya
infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrikmaupun peralatan kesehatan.
Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumahsakit atau instansi
kesehatan dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran
dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar
atau meledak (obat-obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi, Luka bakar .
4. Syok akibat aliran listrik .
5. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan
benda tajam .
6. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut
dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan,
peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan
dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerjadi rumah sakit / instansi
kesehatan.
Hasil laporan National
Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa terjadinya
kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering
terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong,
luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan
mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains: 52%; contussion, crushing, bruising: 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis:1.2%;
dan lain-lain: 12.4% (US Department of Laboratorium, Bureau of LaboratoriumStatistics,
1983).
Laporan lainnya yakni di
Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat (16.8%)
dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara813 perawat,
87% pernah
low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung
menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun.
Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS
belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari
para petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.
Selain itu, tercatat bahwa
terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas RS, yakni
hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran
kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang
dan pergeseran diskus intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat
beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari
petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran
pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala,
gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan,
penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya
tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin
meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan
K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen
K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.
1.3
Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan
Manajemen adalah pencapaian
tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya,dengan mempergunakan bantuan orang
lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan
( malprektek) serta mengurangipenyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen tersebut menjadi :
1.
Planning
(Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang
akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam halini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi
kesehatan. Perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan pasca
perawatan dan merawat (hubungan timbal balik pasien - perawat / dokter, sertamasyarakat umum lainnya). Dalam perencanaan
tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi:
a.
Hal apa yang dikerjakan.
b.
Bagaiman cara mengerjakannya.
c.
Mengapa mengerjakan.
d.
Siapa yang mengerjakan.
e.
Kapan harus dikerjakan.
f.
Dimana kegiatan itu harus dikerjakan.
g.
Hubungan timbal balik (sebab akibat).
Kegiatan kesehatan (rumah sakit/instansi kesehatan) sekarang tidak
lagihanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di
bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin banyak
ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam (rumah sakit/instansi
kesehatan) makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja dirumah
sakit/instansi kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi
keselamatan kerja rumah sakit/instansi kesehatan.
2.
Organizing
(Organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah
sakit/instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau
nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung
atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat
yang terkait dalam organisasi ini ditingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah
(wilayah), di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat
daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan
Kerja rumah sakit/instansi yang tugas danwewenangnya dapat berupa :
a. Menyusun garis besar pedoman
keamanan kerja rumah sakit/instansi kesehatan.
b. Memberikan bimbingan,
penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja rumahsakit/instansi
kesehatan.
c. Memantau pelaksanaan pedoman
keamanan kerja rumah sakit/instansi kesehatan.
d. Memberikan rekomendasi untuk
bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit/instansi kesehatan.
e. Mengatasi dan mencegah
meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit /instansi kesehatan.
f. Dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia
Kedokteran No. 154, 2007 5/background
image. Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi
seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau seminat
yang terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat
menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah) maupuntingkat pusat
(nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut dapat
juga membentuk badan independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.
3.
Actuating
(Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong
semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas
yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program
kesehatan dan keselamatan kerjarumah sakit/instansi kesehatan sasarannya ialah
tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun
masyarakat dalam rumah sakit/instansi kesehatan wajib mengetahui dan memahami
semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam
rumah sakit/instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang
cukup untuk melaksanakan pencegahandan penanggulangan kecelakaan kerja
tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani
berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi
penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka
menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.
4.
Controlling
(Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar
pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil
yang dikehendaki.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok,yaitu :
a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan
pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi
tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja
bersama dirumah sakit/instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus
menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia
bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit/instansi kesehatan perlu dibentuk
pengawasan rumah sakit/instansi kesehatan yang tugasnya antara lain:
a.
Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah
sakit/instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.
b.
Memastikan semua petugas rumah sakit/instansi kesehatan memahami
cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit/instansi kesehatan.
c.
Melakukan penyelidikan/pengusutan segala peristiwa berbahaya atau
kecelakaan.
d.
Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
rumahsakit/instansi kesehatan .
e.
Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan
mencegah meluasnya bahaya tersebut.
f.
Dan lain-lain.
1.4
Penegakan
Peraturan K3 Rumah Sakit dan Peran Dinas Kesehatan
1. Peraturan
Kesehatan Kerja
UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja
menyatakanbahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas
keselamatan dankesehatan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga
mengatur bahwa
setiap perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang atau
lebih dan atau yangmengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem manajemen
K3 (Bab III Pasal3).
Rumah Sakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena
teknologi dan sarana kesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat membahayakan
pasien, keluarga, serta pekerja. Jika tidak dikelola, rumah sakit tidak
terhindar dari kebakaran, bencana, ataudampak buruk pada kesehatan.
Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan
kasus bagaimana lemahnya komitmen rumahsakit dalam hal ini.
K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh
peraturan itu, palingbanyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada
sama sekali peraturan daerah. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sendiri
tidak memiliki semua dokumen peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.
Dinas kesehatan bahkan tidak memiliki satu staf yang mengurusi bidang ini.
Tidak ada tim khusus K3RS.Penjabaran dari regulasi tersebut oleh pemerintah
daerah dalam bentuk peraturan daerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu
pada PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai
otonom maka pemerintah daerah mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS.
Kenyataan ini barang kali bias mencerminkan keadaan sebelum desentralisasi.
Daerah melaksanakan apa yang menjadi keputusan pusat dan barang kali karena
keputusan pusat itu pula, regulasi K3RS ini lemah.
2. Kesehatan
dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional Rumah Sakit
Penelitian Bambang mengukur sembilan aspek yang bisa dijadikan
tolok ukurbahwa rumahsakit itu memberikan komitmen pelaksanaan K3RS. Seluruh
rumahsakit menyediakan sejumlah dana untuk keperluan K3RS. Seperti terlihat
dalam tabel dibawah ini, 6 dari 7 rumah sakit belum memiliki sistem keamanan
dan tenaga khusus bidang K3RS. Lima rumah sakit belum memiliki sarana IPAL dan
sistem pengawasan yang memadai. Selain itu, observasi di lapangan, rumah sakit-rumah
sakit ini tidak memiliki sistem pelaporan tentang kecelakaan maupun penyakit
akibat kerja.
Tabel 1. Komitmen Rumah Sakit dengan Kebijakan Regulasi K3RS
Tabel Tahun Penerbitan, Isi Regulasi dan Bentuk
Regulasi K3RS
Tekait dengan peran regulasi
dinas kesehatan, standar K3RS bisa dijadikan sebagai persyaratan pendirian
atau operasi rumahsakit.
Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola
pembinaan dinas kesehatan. Kebijakan kita selama ini dalam bidang kesehatan dan
keselamatan kerja adalah berupa sosialisasi program, pelatihan tentang K3RS,
menyediakan tenaga khusus, dan membuat pedoman pelaksanaan. Cara-cara
pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil yang minimal. Satu rumah sakit dalam
penelitian ini, kebetulan swasta, bisa menjadi contoh karena mereka telah secara sadar menerapkan standar lebih internasional. Rumah sakit
swasta yang berorientasi internasional menganggap K3RS adalah strategis bagi
pelanggan yang sudah makin kritis. Sifat kesukarelaan seperti ini bagi rumah sakit
pemerintah dan swasta lokal bisa berakibat buruk. Pemerintah dalam hal ini
dinas kesehatan mau tidak mau perlu membuat tekanan dari luar agar kesehatan
dan keselamatan kerja betul-betul terjaga.
Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS, dengan
membuat peraturan daerah khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas kesehatan
bisa mengawasi pelaksanaan K3RS, diikuti dengan tindakan sanksi bagi yang tidak
menerapkannya. Lebih tegas, perlindungan publik dan pekerja seperti ini harus
menjadi persyaratan mutlak dalam pemberian izin pendirian suatu rumah sakit.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman,
sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Bahaya yang dihadapi dalam
rumah sakit; Bahaya kebakaran dan ledakan darizat/bahan yang mudah terbakar
atau meledak (obat-obatan), Bahan beracun, korosif dan kaustik, Bahaya radiasi,
Luka bakar, Syok akibat aliran listrik, Luka sayat akibat alat gelas
yang pecah dan benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
3.2
Saran
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di
Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan
Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing pelayanan dan
kualitas saranan kesehatan Indonesia di dunia internasional masih sangat
rendah. Indonesia akan sulit menghadapi persaingan global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah).
Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu tenaga
kerjanya. Karena itu disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Nuansanya harus lebih bersifat manusiawi dan bermartabat. Keselamatan
kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejaklama.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan
dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
DAFTAR
PUSTAKA
Allen, carol Vestal. 1998. Memahami
Proses Keperawatan dengan Pendekatan Latihan alih Bahasa Cristantie Effendy.
Jakarta: EGC
Depkes RI. 1991. Pedoman
Uraian Tugas Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta: DepkesRI
Nanang, Fattah. 1996. Landasan
Manajemen Pendidikan. Bandung: Rosdakarya

What is the difference between casino games and slots?
BalasHapusSlot games are the most worrione popular types of casino games, and the poormansguidetocasinogambling majority are casinosites.one slots. and the most commonly 바카라사이트 played slot gri-go.com games.