Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat


A.    PENGERTIAN SISTEM
              Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan, yang bagian-bagiannya atau unsur-unsurnya saling berkaitan, saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan merupakan keseluruhan yang utuh. Pancasila adalah sebuah sistem karena pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Esensi seluruh sila-silanya juga merupakan suatu kasatuan. Pancasila berasal dari kepribadian bangsa Indonesia dan unsur-unsurnya telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dahulu.

B.     PENGERTIAN FILSAFAT
Selama manusia hidup sebenarnya tidak seorang pun dapat menghindar dari kegiatan berfisafat. Jikalau berpendapat dalam hidup ini materialah yang essensial dan mutlak, maka orang tersebut berfilsafat materialisme. Jikalau berpandang bahwa kebenaran pengetahuan itu sumber rasio maka orang tersebut berfilsafat rasinalisme. Jikalau berpandang bahwa kenikmatan, kesenangan dan kepuasan lahiriah dalam hidup ini yang penting, maka berfilsafat hedonisme. Jikalau berpandang dalam hidup masyarakat maupun Negara yang penting adalah kebebasan individu yang bebas, maka berpandangan individualisme, liberalisme.

Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philen” yang artinya “cinta” dan “shopos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau ‘wisdom”. Jadi secara harfiah “filsafat’mengandung makna cinta kebijaksaan”. Sedangkan filsafat dalam Bahasa Inggris yaitu philosophy, Orangnya disebut filosof yang dalam bahasa Arab disebut failasuf. Dalam artian lain Filsafat adalah pemikiran fundamental dan monumental manusia untuk mencari kebenaran hakiki (hikmat, kebijaksanaan); karenanya kebenaran ini diakui sebagai nilai kebenaran terbaik, yang dijadikan pandangan hidup (filsafat hidup, Weltanschauung). Berbagai tokoh filosof dari berbagai bangsa menemukan dan merumuskan sistem filsafat sebagai ajaran terbaik mereka; yang dapat berbeda antar ajaran filosof. Karena itulah berkembang berbagai aliran filsafat: materialisme, idealisme, spiritualisme; realisme, dan berbagai aliran modern: rasionalisme, humanisme, individualisme, liberalisme-kapitalisme; marxisme-komunisme; sosialisme dll.

Berdasarkan lingkup bahasan nya filsafat terdiri dari dua makna yaitu:
v  Filsafat dalam arti produk:
Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi manusia. Sehingga manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan yang bersumber dari akal manusia, dan sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, dan pemikiran dari para filsuf misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme.
v  Filsafat dalam arti proses:
Fisafat di artikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai objeknya.

Adapun cabang-cabang filsafat meliputi:
1)      Metafisika
Membahas hal-hal yang bereksistensi dibalik fisis, yang meliputi bidang-bidang ontology (membicarakan teori sifat dasar dan ragamkenyataan), kosmologi (membicarakan tentang teori umum mengenai proses kenyataan) dan anthropologi.

2)      Epistemologi
Membahas persoalan hakikat pengetahuan.

3)      Metodologi
Membahas persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan.

4)      Logika
Membahas persoalan filsafat berfikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil berfikir yang benar.

5)      Etika
Berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia.

6)      Estetika
Berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan.

C.    RUMUSAN KESATUAN PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT
1.      SUSUNAN KESATUAN SILA-SILA PANCASILA YANG BERSIFAT ORGANIS
              Secara filosofis inti dan isi sila-sila Pancasila bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia yaitu sebagai monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat yaitu jasmani dan rohani, sifat kodrat sebagai mahluk individu sosial serta memiliki kedudukan kodrat sebagai pribadi yang berdiri sendiri dan sebagai mahluk ciptaan Tuhan YME. Hal ini terjadi karena manusia (Rakyat Indonesia) sebagai pendukung utama inti dari isi pancasila.Unsur hakikat manusia merupakan kesatuan yang bersifat organis dan harmonis.
Sila-sila Pancasila merupakan  penjelasan dari hakikat manusia monopluralis yang merupakan kesatuan organis maka memiliki kesatuan yang organis pula.

2.      SUSUNAN PANCASILA YANG BERSIFAT HIERARKHIS DAN BERBENTUK PIRAMIDA
              Pengertian matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkis sila-sila Pancasila merupakan rangkaian tingkat dalam urutan luas (kuantitas) dan juga dalam isi sifatnya (kualitas). Sedangkan makna hierarkhis adalah susunan pancasila sudah dikemas sedemikian rupa sehingga urutannya tidak akan berubah.Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat dan memenuhi sebagian sistem filsafat.

              Kesatuan sila-sila pancasila memiliki susunan hierarkhis piramidal maka sila Ketuhanan yang Maha Esa adalah ketuhan yang berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan serta berkeadilan sosial sehingga di dalam setiap sila senantiasa terkandung sila-sila lainnya.
Rumusan Pancasila yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal :
a)      Sila pertama : meliputi dan menjiwai sila-sila kedua, ketiga, keempat dan kelima.
b)      Sila kedua : diliputi dan dijiwai sila pertama, meliputi dan menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima. 
c)      Sila ketiga : diliputi dan dijiwai sila pertama dan kedua, meliputi dan menjiwai sila keempat dan kelima. 
d)      Sila  keempat : diliputi dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, meliputi dan menjiwai sila kelima.
e)      Sila kelima : diliputi dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

3.      RUMUSAN HUBUNGAN KESATUAN SILA-SILA PANCASILA YANG SALING MENGISI DAN SALING MENGKUALIFIKASI
              Hakikatnya sila-sila Pancasila tidak berdiri sendiri, akan tetapi pada setiap sila terkandung keempat sila lainya. Dengan kata lain setiap sila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya.
Rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan mengkualifikasi :
1)      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berperisatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2)      Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa,berperisatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3)      Sila Persatuan Indonesia, adalah  ber-Ketuhanan yang Maha Esa,berkemanusiaan yang adil dan beradab,berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4)      Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berperisatuan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5)      Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berperisatuan Indonesia dan berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

Ini merupakan bukti bahwa sila-sila Pancasila merupakan kesatuan atau sebagai Sistem Filsafat.

D.    KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT
1.      DASAR ANTROPOLOGIS SILA-SILA PANCASILA
              Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pokok pendukung sila-sila Pancasila adalah manusia. Filsafat Pancasila bahwa hakikatnya dasar Antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia. Manusia sebagai pendukung pokok pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat raga dan jiwa jasmani dan rohani. Sifat Kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan yang maha esa.
2.      DASAR EPISTEMOLOGIS SILA- SILA PANCASILA
              Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Epistemologis merupakan bidang filsafat yang membahas  hakikat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologinya. Maka dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya yaitu tentang hakikat manusia.

            Menurut Titus (1984: 20), terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologis, yaitu tentang: sumber pengetahuan manusia, teori kebenaran pengetahuan manusia, dan watak pengetahuan manusia. Epistemologis Pancasila sebagai suatu objek kejian pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan pancasila dan susunan pengetahuan pancasila. Sumber pengetahuan pancasila yaitu nilai-nila yang ada pada bangsa Indonesia itu sendiri. Kembali pada pemikiran filsafat Aristoteles, nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis pancasila.

            Mengenai susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti sila-sila Pancasila itu. Susunan sila-sila pancasila bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal, yang memiliki arti sebagai berikut :
1. Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya.
2. Sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga, keempat, dan kelima.
3. Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama, kedua serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima.
4. Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima.
5. Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat

              Susunan pancasila memiliki sistem logis, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut kualitas dan kuantitasnya serta menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologis Pancasila mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak, hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tertinggi.

           Kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesis yang harmonis antara potensi-potensi  kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi. Selain itu, dalam sila ketigga, keempat dan kelima, epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama berkaitan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham epistemologis, Pancasila mendasarkan pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai  karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebab pancasila serta epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun perkembangan sains dan teknologi sekarang

3.      DASAR AKSIOLOGIS SILA-SILA PANCASILA
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Menurut Notonegoro, nilai-nilai tersebut dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a.       Nilai Material : segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
b.      Nilai Vital : segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
c.       Nilai Kerohanian : segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia yang dapat dibedakan atas empat tingkatan sebagai berikut : 
d.      Nilai kebenaran : nilai yang bersumber pada akal, rasio, budi atau cipta manusia. 
e.       Nilai keindahan/estetis : nilai yang bersumber pada perasaan manusia. 
f.       Nilai kebaikan/moral : nilai yang bersumber pada unsur kehendak (will, wollen, karsa) manusia 
g.      Nilai religius : nilai kerohanian tertinggi dan bersifat mutlak yang berhubungan dengan kepercayaan dan keyakinan manusia serta bersumber pada wahyu Tuhan Yang Maha Esa.


E.     PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR FUNDAMENTA BAGI BANGSA DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1.      DASAR FILOSOFIS
              Pancasila sebagai filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa pada hakekatnya merupakan  suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis fundamental dan menyeluruh.Dasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila dijelaskan sebagai berikut. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan kemasyarakatan dan kebangsaan harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Pemirkiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemsyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal society).

              Selain itu secara kausalitas bahwa nilai-nilai Pancasila adalah bersifat objektif dan juga subjektif. Artinya asensi nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal yaitu keutuhan, kemanusiaan persatuan, kerakyatan dan keadilan. Sehingga kemungkinan dapat diterapkan pada negara lain walaupun barang kali namanya bukan Pancasila. Artinya jika suatu negara menggunakan prinsip filosofi bahwa negara ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan berkeadilan, maka negara tersebut pada hakekatnya menggunakan dasar filsafat dari sila-sila Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila yang bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Rumusan dari sila-sila Pancasila.                              
2.    Inti nilai-nilai Pancasila.
3.    Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa beradaan nilai-nilai Pancasila itu tergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia.
Pengertian itu dapat dijelaskan sebagai berikut:                           
ü Nilai-nilai Pancasila timbul dari Bangsa Indonesia.
ü Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia.
ü Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai kerohanian.

2. NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI FUNDAMENTAL.
              Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia merupakan suatu sumber dari segala hukum dalam negara Indonesia. Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental.

              Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara epersatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan sila ketiga.

              Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara merupakan hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran sila kelima.

              Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan di tangan rakyat. Hal ini sebagai penjabaran sila keempat.

              Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa, negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hal ini mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaban semua agama dalam pergaulan hidup negara. Hal ini merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.

F.     INTI-INTI PANCASILA
1.      KETUHANAN YANG MAHA ESA
Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa; menuntut setiap warga negara mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah Pancasila menuntut umat beragama dan kepercayaan untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinan.
a)      Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b)      Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
c)      Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d)     Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
e)      Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
f)       Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing masing
g)      Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2.      KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
              Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab; mengajak masyarakat untuk mengakui dan memperlakukan setiap orang sebagai sesama manusia yang memiliki martabat mulia serta hak-hak dan kewajiban asasi. Dengan kata lain,  ada sikap untuk menjunjung tinggi martabat dan hak-hak asasinya atau bertindak adil dan beradap terhadapnya.
a)      Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b)      Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
c)      Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d)     Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
e)      Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
f)       Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g)      Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
h)      Berani membela kebenaran dan keadilan.
i)        Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
j)        Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3.      PERSATUAN INDONESIA
              Sila Ketiga, Persatuan Indonesia;  menumbuhkan sikap masyarakat untuk mencintai tanah air, bangsa dan negara Indonesia, ikut memperjuangkan kepentingan-kepentingannya, dan mengambil sikap solider serta loyal terhadap sesama warga negara.
a.       Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b.      Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
c.       Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d.      Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e.       Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
f.       Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
g.      Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4.      KERAKYATAN YANG DI PIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN  PERWAKILAN
              Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarahan/perwakilan;  mengajak masyarakat untuk bersikap peka dan ikut serta dalam kehidupan politik dan pemerintahan negara, paling tidak secara tidak langsung bersama sesama warga atas dasar persamaan tanggung jawab sesuai dengan kedudukan masing-masing.
a)      Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
b)      Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c)      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d)     Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e)      Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f)       Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g)      Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
h)      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i)        Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama
j)        Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

5.      KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH INDONESIA
              Sila Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; mengajak masyarakat aktif dalam memberikan sumbangan yang wajar sesuai dengan kemampuan dan kedudukan masing-masing kepada negara demi terwujudnya kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir dan batin selengkap mungkin bagi seluruh rakyat.
a)      Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan  kegotongroyongan.
b)      Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c)      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d)     Menghormati hak orang lain.
e)      Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f)       Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain
g)      Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
h)      Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
i)        Suka bekerja keras.
j)        Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
k)      Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI RUMAH SAKIT

Unsur-unsur Dasar Wawasan Nusantara

HUBUNGAN BUDAYA DAN SASTRA